Antara Jakarta dan Surabaya

Seseorang pernah berkata pada saya.

“Kalau aku lagi bosen dan gak semangat ngapa-ngapain, aku langsung terbang ke Jakarta. Entah kenapa, semangatku kembali ketika aku melihat kesibukan di kota tersebut, yah meskipun macetnya bikin tua di jalan, tapi Jakarta mampu mengembalikan semangatku yang entah kemana hilang di kotaku sendiri..”

Seseorang pernah berkata begitu kepada saya, Rika. Seorang teman baik, sekalipun kami jarang bertemu. Tidak jarang kami bertukar pikiran mengenai topik-topik ringan dan sederhana atau hanya membicarakan hal-hal kecil yang absurd. Dan waktu itu, kami sedang, hmm, istilahnya membanding-bandingkan antara Surabaya dan Jakarta.


Jakarta. Saya gak pernah kepikiran untuk singgah di kota ini. Selain yang kata orang macetnya bikin tua di jalan, untuk apa juga saya singgah ke sana. Keinginan untuk mengunjungi Jakarta muncul di benak saya ketika saya duduk di akhir bangku SMA. Saya ingin kuliah di sana, kuliah di universitas jaket kuning, menyusul sahabat saya yang terlebih dahulu mendapatkan bangku di universitas tersebut. Saya dekat sekali dengan sahabat saya, sampai-sampai memiliki pemikiran sedangkal itu. Tanpa memikirkan terlebih dahulu dimana saya akan bertempat tinggal bila kuliah di universitas tersebut.

Tetapi Tuhan tetap mengabulkan keinginan saya meskipun sedikit meleset dari Depok, Bintaro. Saya menetapkan pilihan pada kota ini. Bintaro hanyalah sebuah kota kecil di pinggir Jakarta yang tentunya masih jauh dari kehiruk-pikukan ibukota. Namun tetap saja saya harus melewati Jakarta untuk menjangkau Bintaro.

Jujur, pertama kali melihat pemandangan di pusat ibukota, satu kata, pusing. Saya sedikit pusing melihat gedung-gedung menjulang tinggi yang jarang saya temukan di kota kelahiran saya. Dan tentu saja, saya melihat macet. Menyebalkan memang, berdiam diri di kendaraan, menunggu kapan kendaraan di depan saya menggerakkan bannya untuk melaju. Lantas saya teringat apa yang pernah diucapkan Rika ketika pertama kali menginjakkan kaki di Busway. Butuh perjuangan lebih untuk dapat menginjakkan kaki ke dalam busway, saya perlu antre cukup lama untuk mendapatkan busway yang cukup dinaiki. Di dalam bus pun, tak hentinya saya menoleh ke kanan dan ke kiri, melihat orang berlalu-lalang, mereka benar-benar sibuk, kota ini benar-benar sibuk. Memang sedikit memacu semangat saya, hanya dengan melihat pemandangan kota Jakarta.

Surabaya. Tempat dimana saya dilahirkan dan dimana sebagian keluarga saya bertempat tinggal. Sebuah kota metropolitan, tapi saya sangat cinta pada kota ini, meskipun bukan asli orang Surabaya. Bapak asli orang Ampel, ada sedikit etnis Cina. Ibu berdarah Madura dan Gresik. Namun sejak TK hingga SMA saya menempuh pendidikan di kota ini. Banyak sekali cerita selama 18 tahun hidup di Surabaya, senang dan sedih, tawa dan tangis, tanpa bisa diprediksi sama sekali. Suka sekali dengan suasana kota Surabaya, meskipun disana-sini saya bisa puluhan kali mendengar orang berkata jancok, tapi, yah, itulah Surabaya. Terkadang mulut kami kasar, tapi hati kami lembut, ramah dan sopan pada siapapun.


Menghabiskan banyak waktu di Surabaya membuat saya mendapatkan begitu banyak pengalaman berharga, yang tentu saja tidak terhitung. Baik itu pengalaman manis maupun yang pahit. Tak jarang saya mendapat tamparan hidup, semacam peringatan atau mungkin saja cobaan. Tak jarang juga kota ini memberikan terlalu banyak kekecewaan pada saya. Mungkin karena Surabaya sudah banyak berubah. Menemukan pusat perbelanjaan disana-sini, jalan yang mulai macet seperti Jakarta.


Saya tidak mengerti. Apakah saya harus meninggalkan kota Surabaya dan hijrah ke Jakarta atau mungkin nantinya saya memiliki opsi lain. Yang jelas saat ini, saya sedikit kecewa dengan kota kelahiran saya yang telah banyak memberi luka dan membuat saya ingin pergi. Sedangkan Jakarta membuat saya belajar untuk mendapatkan segala sesuatu tidak semudah membalikkan telapak tangan.


Saya hanya ingin melupakan sejenak Surabaya lalu bangkit bersama Jakarta. Namun suatu saat saya pasti kembali ke kota itu. Pasti.

No comments:

Post a Comment