Kuharap
kamu tidak geli ketika membacanya, meskipun ini sedikit memalukan setidaknya
bagi diriku sendiri. Aku akan menceritakan seperti apa kondisi hati dan
kepalaku saat ini.
Kepalaku
serasa dipenuhi kabut merah muda saat kau mengajakku bertemu; ajakan kencan
untuk pertama kalinya. Mencubit kedua pipiku sendiri mencoba untuk memastikan
bahwa aku tidak sedang bermimpi. Meskipun kamu terlihat memaksakan diri, karena
aku tahu kamu baru saja datang dari perjalanan jauh. Dan entah kenapa malaikat
di lengan kananku membiarkanku begitu saja menerima ajakanmu daripada
menyuruhmu untuk beristirahat saja di rumah.
Aku sedikit
menyesal tidak berada di rumah saat itu. Mempersiapkan apa yang akan kupakai di
hadapanmu, mencari paduan yang tepat namun tidak berlebihan. Mempersiapkan
kosakata apa yang akan kuulas bersamamu bila saja tiba-tiba lidahku kelu
seperti kejatuhan sebongkah salju. Aku ingin merasa pas di depanmu.
Hari itu,
untuk pertama kalinya aku mendengar melodi yang tercipta dari indera
pengecapmu, memberitahu dimana keberadaanmu. Kututup telepon dan kulangkahkan
kakiku, setiap langkahnya menujumu.
Jujur aku
bingung saat itu. aku telah menemukanmu. Aku melihat punggungmu di hadapanku.
Lagi-lagi aku menyesal tidak sempat menyiapkan kata sapaan yang cukup manis
untukmu. Rasanya ingin berguru kepada pujangga untuk mengajariku bagaimana cara
menyapamu.
Aku mencoba
untuk tidak gugup dan mengatur denyut nadiku yang saat itu sudah seramai
stadion sepakbola. Kutarik nafas dalam-dalam, kupunguti keberanianku yang
sempat tercecer dan ya, aku berhasil menyapamu, meskipun sepertinya Shakespeare
murka melihatku tak mampu menyusun kata sederhana dengan baik.
Kau
mengajakku ke suatu tempat dan tak terasa kita sudah melumat waktu. Aku
bercerita banyak kepadamu. Nampaknya kedua mataku juga menyukaimu, tak bisa
sedetikpun kulepaskan pandangan darimu. Begitu juga mulutku, ia tak bisa
berhenti berucap kata. Sesekali kamu bercerita dan aku mendengarkan. Sambil
kuperiksa apakah kedua kakiku masih berpijak pada bumi ketika kamu menyuguhiku
dengan senyum di antara kisahmu. Ingin kuculik tongkat sihir dari penyihir
siapapun agar aku bisa menghentikan waktu. Mengurung kita di sini, seperti ini;
terjebak bersamamu. Dan andai saja aku seorang Cinderella, akan dengan sengaja
kujatuhkan sepatu kacaku, agar kau mengejar dan menemuiku kembali.
Hai kamu..
Yang telah berhasil membuatku
merasakan seolah-olah ini kencan pertamaku sekaligus kencan paling indah
sedunia.
Yang telah berhasil membuat penuh
tabungan senyumku.
Yang telah berhasil membuat jutaan
airmata serasa tak berguna.
Yang telah berhasil membangkitkan
lagi rasa yang telah lama bunuh diri.
Mungkin kau tidak menyadari, kamulah alasan terciptanya senyum di
wajahku hari ini.