Sebuah Renungan

Sebenarnya, alasan saya membuat sebuah postingan baru adalah hanya karena satu orang yang tiba-tiba membuat saya salah tingkah dan panik sendiri. Setelah dia mengabarkan kalau dia membaca salah satu postingan blog saya. Bukannya tidak suka, tapi saya malu, belum terbiasa kalau postingan dari kedua tangan mungil ini dibaca oleh khalayak umum. akhirnya saya memutuskan untuk menyamber si merah yang tak kalah mungil ini dan yah, menulis lagi.


Sebenarnya (lagi), saya baru saja pulang dari Makrab Kelas 1P yang berlokasi di Cisarua, Bogor. Dan ini merupakan makrab kedua sekaligus terakhir bagi kami penghuni 1P. Di perjalanan pulang menuju Bintaro, entah kenapa, mungkin ada malaikat berbaik hati yang duduk di samping saya sehingga tiba-tiba saya merenungkan diri sejenak. Mencoba berpikir kritis, menganalisis dan mengkaji semua yang terlintas di otak saya pada saat itu. Tiba-tiba saya berpikir dan saya heran, kenapa masih saja ada orang yang tidak bersyukur atas segala anugerah, berkah dan rahmat yang telah diberikan oleh Allah kepadaNya.


Anugerah bagi saya sangatlah luas cakupannya. Pertama, anugerah bagi saya adalah keluarga, siapa sih yang tidak ingin memiliki keluarga yang utuh dan bahagia? Saya rasa tidak ada.
Teman, pendidikan, karier, cinta juga merupakan anugerah di mata saya. Tentu saja saya tidak dapat hidup tanpa hal-hal tersebut. Bisa, namun sulit sekali untuk bertahan. Selain poin-poin yang sudah saya sebutkan, kecantikan dan prestasi baik akademis maupun non akademis juga termasuk anugerah bukan? Ya, menurut saya. Jarang lho, orang cantik yang menyadari kalau kecantikannya itu merupakan anugerah. Malah terkadang mereka tidak bisa menggunakan dan menjaga anugerah tersebut dengan baik.
Lalu, yang saya herankan adalah, kenapa orang-orang yang notabene memiliki semua atau beberapa hal yang telah saya sebutkan di atas tersebut tidak dapat atau mungkin belum bisa menghargai, menjaga, mensyukurinya?
Kenapa masih saja ada orang yang iri akan jatah anugerah milik orang lain?


Bukannya munafik. Jujur, saya juga pernah merasakan hal-hal tersebut. Terkadang kita sebagai manusia, tidak dapat mengukur tingkat kebahagiannya sendiri. Saya pernah merasakan juga, pernah sirik kepada orang lain yang tingkat kebahagiannya jauh di atas saya. Namun lama kelamaan saya sadar, saya ingat bahwa semuanya telah diatur sedemikian indah oleh yang Maha kuasa. Belum tentu apa yang membuat bahagia Si A dapat juga membuat bahagia Si B dan begitu pula sebaliknya. Dan akhirnya saya dapat menyimpulkan bahwa,  tiap-tiap manusia bahagia dengan jalannya masing-masing. Mereka telah digariskan untuk bahagis dalam konteks dan paradigma mereka masing-masing.


Oleh karena itu, bersyukurlah. Karena dengan bersyukur kita dapat lebih memaknai dan menghargai hidup ini.


NB: Penulis juga sedang dalam proses untuk selalu melafalkan kalimat syukur dalam setiap harinya. Mari kita bersyukur :)

No comments:

Post a Comment